Berita

Lingkungan Darurat, Demokrasi Terancam? Pakar Bongkar Kelemahan Konstitusi Saat Ini

6
×

Lingkungan Darurat, Demokrasi Terancam? Pakar Bongkar Kelemahan Konstitusi Saat Ini

Share this article

Pakar dari Human Studies Institute (HSI), Dr. Rasminto, menilai rentetan bencana alam yang dipicu kerusakan lingkungan harus direspons negara melalui penguatan payung hukum di tingkat konstitusi. Ia menegaskan perlunya memasukkan hak atas lingkungan hidup yang sehat dan berkeadilan secara eksplisit dalam Amandemen UUD 1945.

Pandangan tersebut disampaikan Rasminto dalam Focus Group Discussion (FGD) Kelompok I Badan Pengkajian MPR RI bertema “Kedaulatan Rakyat Perspektif Demokrasi Pancasila” yang berlangsung di Tangerang, Kamis (4/12/2025).

Rasminto menjelaskan bahwa reformasi konstitusi pada 1999–2002 memang telah membawa kemajuan besar bagi demokrasi nasional. Namun, ia menilai ketentuan terkait perlindungan lingkungan masih belum cukup kuat dalam mengantisipasi tantangan ekologis dan memastikan keadilan antargenerasi.

“Bencana akhir November 2025, terutama di sejumlah daerah di Sumatera, menunjukkan bahwa persoalan lingkungan telah memasuki fase kritis. Kondisi ini harus menjadi pertimbangan serius dalam arah amandemen UUD mendatang,” ujarnya.

Menurutnya, memasukkan hak atas lingkungan berkeadilan ke dalam konstitusi merupakan langkah mendesak agar pengelolaan sumber daya alam tidak hanya berorientasi pada kepentingan ekonomi jangka pendek, melainkan menjamin keberlanjutan untuk generasi berikutnya.

Rasminto juga menekankan bahwa penguatan hak lingkungan harus selaras dengan semangat kedaulatan rakyat dalam demokrasi Pancasila. Ia menyoroti fakta bahwa masyarakat sering kali menjadi kelompok paling terdampak akibat kerusakan lingkungan dan lemahnya tata kelola sumber daya.

“Demokrasi tidak boleh berhenti pada proses elektoral. Ia harus melindungi hak hidup rakyat, termasuk hak atas lingkungan yang sehat dan adil,” tegasnya.

Dalam diskusi yang sama, ia menyinggung persoalan kompleksitas regulasi di Indonesia. Selama 2019–2025, Mahkamah Konstitusi menerima 125 permohonan judicial review terhadap undang-undang, dengan sebagian besar terkait omnibus law.
“Angka itu menunjukkan bahwa sistem regulasi kita masih menyisakan banyak masalah dan menciptakan ketidakstabilan dalam tatanan hukum dan politik, termasuk di bidang lingkungan,” jelasnya.

Rasminto menambahkan pentingnya reformasi sistem pemilu, pembenahan partai politik, dan transparansi pendanaan politik. Menurutnya, upaya tersebut diperlukan untuk menekan dominasi oligarki yang berpotensi mengabaikan kepentingan publik maupun kelestarian lingkungan.

“Negara harus bekerja demi kemakmuran rakyat secara adil. Karena itu, konstitusi perlu memastikan penyelenggaraan negara berjalan secara seimbang, tidak elitis, dan berpihak pada keberlanjutan lingkungan,” tutupnya.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *